Bermula dari budaya Kraton Jogjakarta(Mataram Kuno) Jaman Hindu dahulu kala , Adat disana kerap mengadakan Sesaji untuk upacara bekakak.
Apa itu Upacara Bekakak ? Simak
penjelasnnya dibawah ini.
Sesaji Bekakak dibagi menjadi 3 kelompok :
1. 2 ( dua ) kelompok untuk dua
jali yang masing-masing diletakkan bersama-sama dengan pengantin bekakak.
2. 1( satu ) kelompok lagi
diletakkan di dalam jodhang sebagai rangkaian pelengkap sesaji upacara.
Macam-macam sesajen yang diletakkan bersama-sama pengantin bekakak
antara lain :
1) nasi gurih (wuduk) ditempatkan
dalam pengaron kecil
2) nasi liwet ditempatkan dalam
kendhil kecil beserta rangkaiannya
daun dhadhap , daun turi , daun kara yang direbus , telur mentah sambal
gepeng , tumpeng urubing dhamar , kelak kencana ,
pecel pitik jangan ( Sayur ) menir, urip-uripan lele , rindang antep , ayam
panggang, ayam lembaran, wedang kopi pahit , wedang kopi manis jenewer , rokok/cerutU
, rujak degan , rujak dheplok, arang-arang kemanis , padi , tebu , pedupaan , candu
(impling) , nangka sabrang ulam mripat , ulam jerohan , gereh mentah
Sesaji itu ditempatkan dalam sudhi, gelas, kemudian ditaruh di
atas jodhang antara lain :
sekul wajar (nasi ambeng) dengan lauk pauk , sambel goreng waluh , tumis buncis , rempeyek , tempe garing , bergedel
, entho-entho , sekul galang lutut ,
sekul galang biasa , tempe rombyong yang ditaruh dalam cething bamboo , tumpeng
megana , sanggan (pisang raja setangkep) , sirih sepelengkap , jenang-jenangan
, rasulan (nasi gurih), ingkung ayam , kolak, apem , randha kemul , roti kaleng
, jadah bakar , emping, klepon (golong enten-enten), tukon pasar , sekar konyoh
, kemenyan , jlupak baru , ayam hidup & kelapa
sajen-sajen tadi ditempatkan dalam sudhi lalu semuanya diletakkan
dalam lima ancak, dua ancak diikutsertakan dalam jali dibagikan kepada mereka
yang membuat kembang mayang, bekakak dan yang menjadikan tepung (ngglepung)
sementara itu disiapkan pula burung merpati dalam sangkar.
Diatas adalah awal megono dengan bentuknya nasi tumpeng,
pinggirnya diberi gudangan / urapan cecek / gori(Nangka Muda) .
Dan bila caranya orang Pekalongan, saat itu cecek(Nangka Muda)
dipotong-potong kecil dengan ditambahi dengan bumbu parutan kelapa dan bumbu
rempah lainnya yang di dhang atau kukus,jadi tidak tercampur seperti yang
sekarang ini.
Jaman dahulu cara bersaji ini dibawa ke daerah bawahan Mataram
Kuno ,termasuk Pekalongan jaman dulu, karena Pekalongan konon termasuk 3 kota
tertua di Pulau Jawa.
Di daerah Pantura khususnya Pekalongan, juga dipakai untuk sedekah
pada Dewi Sri , sebagai penguasa Padi.
Hal ini agar hasil Padi bisa melimpah dan makmur.
Jadi saat itu Nasi tumpeng Megono itu diadakan untuk Sesajian
kepada Dewa dewi , itu jaman Hindu dahulu.
Masuknya islam jaman Mataram , mengubah tampilan Megana , karena
biasanya Megana diadakan untuk acara Tahlil, Tahmid di masjid-masjid.
Setelah itu bukan sebagai sesajian tapi dibagikan untuk dimakan
bersama-sama.
Isinya pun masih sama seperti dijelaskan diatas. Malah ada “Sekul
Wajar” itu adalah sego ambeng dengan lauk pauk dan sego liwet yang nasinya di
kukus dengan santan ,ada ayam dan telor yang di gudeg.
Kalau sebelumnya semua dijadikan sebagai sesaji bahkan di larung
ke laut,ketika Jaman islam Sego ambeng ini biasanya dibawa pulang dan Tumpeng
megononya di bagi untuk makan bersama di masjid saat peringatan islam
dilaksanakan.
Budaya ini sampai sekarang masih ada , dimasjid-masjid kalau ada
peringatan acara islam, ada makan2 di masjid dan ada yg dibawa pulang,serta
acara tahlilan atau walimah sego ambengnya di tempatkan dalam wadah yang bisa
dibawa pulang.
Inti bahannya masih sama seperti dulu, yakni cecek / Gori (Nangka
Muda), tetapi bukan irisan besar lagi melainkan sudah di cacah kecil-kecil
ditambah penyedap ala Pekalongan , sebagai masakan pesisir laut utara, ada
irisan daun jeruk, ada combrang, tapi tetap dengan parutan kelapa dan bumbu
yang di kukus.
Zaman sekarang ini,Megono tidak lagi dibuat untuk tumpeng di acara
agama saja,melainkan sudah menjadi industri makanan yang menggiurkan.
Karena Megono Pekalongan ini mudah dibuat dan rasanya yang
khas,maka bentuknya tidak lagi Tumpeng,tetapi berubah menjadi bungkusan kecil
dari daun pisang atau daun jati dengan Gereh (Ikan asin) serta tempe mendoan. Seperti
di jalan Urip Sumoharjo,Pekalongan Barat. Sepanjang jalan itu banyak sekali
ditemui para penjual Nasi Megono yang khas sekarang ini.
Sementara Di Jogja , Tumpeng megono ini berevolusi menjadi masakan
Gudeg, tetap dengan Cecek (Nangka) dan ada krecek dan santan manisnya ,masakan
ini sudah tidak memakai bumbu kukus lagi.
Dan di Jakarta ada nasi Begana,nama ini mungkin diambil dari Jaman
Pasukan Mataram yang menyerbu Batavia, tapi isinya sudah lain bukan nangka
lagi.
Secara tradisi orang Pekalongan masih banyak mempertahankan
hal-hal dari Jaman Kerajaan islam Demak sampai Mataram Jogjakarta.
Jika makannya
1) Megono,
2) Tauto ( Soto yang menggunakan campuran Tauco ) ,
3) Sate Kebo,
4) pindang tetel,
5) Garang asem
6) dendeng empal
itu semua masakan peninggalan jaman dulu Dan untuk Minumannya yang
masih bertahan dari jaman Majapahit adalah
1) Dawet
2) Bajigur
3) Bubur abang putih
4) Legen
5) klepon
Serta masakan santan seperti
1) lodeh
2) bongkrek
3) putren
Maka dari itu kita sebagai warga Pekalongan, Jangan malu jika
harus sarapan dengan Nasi Megono dan Sayur Lodeh karena itu masakan dari zaman
dahulu yang masih eksis sampai saat ini.
Jangan bangga jikalau makan di KFC,Hoka Bento,KEBAB,Burger dll ,
karena itu bukan kuliner aseli Pekalongan !!!
0 Komentar